Apa yang harus disiapkan Menyambut Ramadhan?

Pertanyaan:

Mas, apa yang harus disiapkan untuk menyambut Ramadhan, agar Ramadhan ini lebih baik dari sebelumnya?

 

Jawaban:

Bekal terbaik menghadapi Ramadhan adalah dengan ilmu. Ilmu lah yang memandu sebuah amal menjadi mulia dihadapan Allah.

Kebanyakan kita dari waktu ke waktu hanya berpuasa lahiriah (menahan lapar, dahaga, dan hubungan suami istri). Tentulah hal ini dari tahun ketahun akan sama saja. Kita tidak akan merasakan perbedaan dan peningkatannya. Bahkan ketika kita sekarang berusia 40 tahun, jikalah puasa kita hanya harus seperti ini, maka tidak akan berbeda dengan anak kita yang berusia 10 tahun.

Sedikit yang menyadari bahwa puasa bukan hanya sebatas 3 hal di atas. Dari sabda Nabi Saw, kita akan mendapatkan penjelasan adanya tingkatan lain, yang lebih tinggi dari puasa. Inilah yang saya katakan sebagai peningkatan kualitas. Jika ini dilakukan oleh seorang mukmin, maka ia akan memahami apa yang perlu disempurnakan. Ketika hadir ramadhan, kita menjadi lebih paham agenda-agenda apa yang menjadi perhatiannya selama ramadhan. Ramadhan tidak datang dan pergi tanpa bekas.

***

Kita sudah bertahun-tahun berpuasa dengan menahan lapar dan dahaga. Namun sedikit diantara kita yang menyadari bahwa seharusnya yang berpuasa bukan hanya perut kita, namun seluruh indera kita. Kita juga harus menjaga pandangan mata kita, lisan kita, pendengaran kita, dan anggota badan kita dari hal-hal yang tidak disukai oleh Allah.

Diriwayatkan dari sahabat Jabir dari Anas ra, dari Rasulullah Saw sesungguhnya beliau bersabda : Lima hal membatalkan orang yang berpuasa : Berdusta, mengumpat, menggunjing kejelekan orang lain, sumpah palsu dan melihat dengan syahwat.

Para ustadz dalam ceramah-ceramah ramadhan biasanya mengatakan bahwa 5 hal di atas bukanlah hal yang membatalkan puasa, tetapi mengurangi nilai puasa.Ungkapan ini mungkin tepat untuk anak-anak, atau kita yang baru belajar berpuasa. Namun bagi orang-orang yang sudah bertahun-tahun, bahkan berpuluh tahun memasuki ramadhan, ungkapan ini sesungguhnya sudah tidak lagi tepat.

Bagi orang-orang yang ingin meningkat kualitas ramadhannya, ia harus melihat hadits ini apa adanya. Tidak ditafsirkan lagi, karena memang sesungguhnya sudah sangat jelas artinya. Sehingga kita harus mulai memahami bahwa yang membatalkan puasa bukan hanya makan dan minum serta hubungan suami istri, tetapi ketika kita berdusta, mengumpat, menggunjing, sumpah palsu dan melihat dengan syahwat juga merupakan hal-hal yang membatalkan puasa.

Jika kurang mantap, mungkin hadits berikut cukup memberikan penekanan kepada kita tentang hal yang membatalkan puasa di atas:

Dan sesungguhnya telah datang penjelasan di dalam hadits bahwa dua orang wanita berpuasa pada zaman Rasulullah Saw. Keduanya didera rasa lapar dan haus yang bersangatan pada sore hari hingga hampir membunuh keduanya. Maka datanglah utusan keduanya memintakan izin kepada Rasulullah Saw untuk berbuka. Maka dikirimkan sebuah mangkok untuk kedua orang itu dan Rasulullah Saw bersabda, ‘Katakan kepada mereka berdua,’Muntahkanlah di tempat ini apa yang telah kalian akan muntagkan’. Maka salah satu dari orang itu memuntahkan separuh darah dan separuh daging, dan orang yang satunya lagi juga seperti itu, sehingga mangkok itu penuh. Orang- orangpun merasa heran maka Rasulullah Saw bersabda, “Inilah kedua orang yang berpuasa dengan apa yang dihalalkan Allah Swt baginya dan berbuka dengan apa yang diharamkan untuk mereka. Salah satu dari mereka duduk kepada yang lain untuk mengumpat orang lain. Maka inilah yang mereka makan dari daging mereka yang diumpat.

Sufyan Atsauri telah berkata, “mengumpat itu membatalkan puasa”. Diriwayatkan dari Mujahid, “dua hal membatalkan puasa, mengumpat dan berdusta”. Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya puasa adalah perisai. Apabila salah satu diantara kamu berpuasa hendaklah jangan berbuat keji dan berbuat kebodohan. Dan apabila ada seseorang mengajak bertengkar atau mengutuknya maka hendaklah ia menjawab, “Sesungguhnya aku sedang berpuasa”.

Kebanyakan orang mengabaikan hal di atas. Kata Nabi Allah tidak membutuhkan lapar dan dahaga seseorang yang berpuasa jika masih melakukan hal-hal demikian.

Nah, jika sebelumnya kita hanya melihat bahwa yang membatalkan puasa kita hanya persoalan makan, minum dan hubungan suami istri, mari kita coba mulai ramadhan tahun ini meningkat. Kita harus berjuang keras untuk tidak melakukan 5 hal tersebut, menjaganya dengan sungguh-sungguh sebagaimana kita menjaga tidak makan dan minum. Bahkan mungkin perlu kita tanamkan dalam diri kita kesadaran, bahwa kita harus mengganti puasa kita, apabila kita dapati di salah satu hari, melakukan salah satu dari 5 hal yang ditegaskan Nabi Saw.

Bahkan dalam Al-Ihya al-Ghazali dikatakan bahwa orang-orang shalih melakukan puasa lebih dari itu. Mereka juga berupaya ekstra untuk menjaga diri mereka dari hal-hal bathiniah yang diharamkan oleh Allah, seperti riya, marah, mengeluh, serakah, iri dan dengki. Mereka benar-benar memperhatikan guratan-guratan hati dan pikiran mereka. Mereka berupaya dengan sungguh-sungguh menjaga jangan sampai puasa mereka dihancurkan oleh hal-hal yang diharamkan Allah.

***

Bagi Jalaluddin Rumi, puasa adalah upaya mengosongkan bukan hanya perut, tetapi juga pikiran dan hati. Kalau perut dikosongkan dari makanan dan minuman, maka pikiran dikosongkan dari pikiran yang jahat dan jelek. Sedangkan hati dikosongkan dari keinginan-keinginan hawa nafsu dan syahwat. Keluhan, penghargaan, ingin dijunjung tinggi, ingin dikenal, benci, marah dan dendam, iri dengki, serakah dan tamak, syahwat merupakan oknum-oknum yang harus kosong dari hati.

Sebagaimana syair puisi berikut:

Ada kebahagiaan rahasia bersama perut yang kosong.

Kita cuma alat musik petik, tak lebih, tak kurang.

Kotak suara penuh, musik pun hilang.

 

Bakar habis segala yang mengisi kepala dan perut

dengan menahan lapar, maka setiap saat

irama baru akan keluar dari api kelaparan yang nyala berkobar.

 

Ketika hijab habis terbakar, keperkasaan baru akan membuatmu melejit

berlari mendaki setiap anak tangga di depanmu yang digelar.

 

Jadilah kosong,

lalu merataplah

seperti indahnya ratapan bambu seruling yang ditiup pembuatnya.

 

Lebih kosong,

jadilah bambu yang menjadi pena,

tulislah banyak rahasia-Nya.

 

Ketika makan dan minum memenuhimu, iblis duduk

di singgasana tempat jiwamu semestinya duduk:

sebuah berhala buruk dari logam duduk di Ka’bah.

 

Ketika kau berpuasa menahan lapar, sifat-sifat baik

mengerumunimu bagai para sahabat yang ingin membantu.

 

Puasa adalah cincin Sulaiman. Jangan melepasnya

demi segelintir kepalsuan, hingga kau hilang kekuasaan.

 

Namun andai pun kau telah melakukannya, sehingga

seluruh kemampuan dan kekuatan hilang darimu,

berpuasalah: mereka akan datang lagi kepadamu,

bagai pasukan yang muncul begitu saja dari tanah,

dengan bendera dan panji-panji yang berkibaran megah.

 

Sebuah meja akan diturunkan dari langit ke dalam tenda puasamu,

meja makan Isa. Berharaplah memperolehnya,

karena meja ini dipenuhi hidangan lain,

yang jauh, jauh lebih baik dari sekedar sup kaldu sayuran.**

 

Jika perut, pikiran dan hati kosong maka akan terbakarlah beribu hijaab antara diri kita dengan Allah, sehingga jadilah diri kita seperti bambu yang akan mengeluarkan suara-suara indah tinggi dan rendah dari suara-suara ilahiyah, dan lebih jauh menjadi pena dituliskannya pengetahuan-pengetahuan ilahiyah.

Jika perut, pikiran dan hati penuh, maka iblis menjadi teman setia kita, dan menjadi mudah baginya untuk menyesatkan kita. Jangankan menjadi seruling dan pena ilahi, kita akan menjadi ternak-ternak bodoh yang digembala setia oleh iblis.Hati kabah kita akan diduduki oleh hawa nafsu dan syahwat bagai berhala terbuat dari logam.

Tetapi jika perut, pikiran dan hati kosong, maka sifat-sifat baik datang berkerumun menghampiri kita. seperti semut yang datang mengerumuni gula. Seperti lalat yang datang menghampiri makanan beraroma lezat.

Maka dalam syair tersebut Rumi pun berpesan kepada kita untuk selalu kosong. Selalu menjaga kekosongan beliau gambarkan seperti menggunakan cincin Sulaiman. Cincin yang selalu mengingatkan Sulaiman kepada Allah Swt. Ia terpasang kuat dijari, jangan sekali-kali melepaskannya.

Tetapi jika kita khilaf, lalu melepaskannya, maka segera kembali lakukan dan lakukan: kosongkan perut, pikiran dan hatimu. Jangan berputus asa! maka seruling akan kembali mengeluarkan suara indah ilahi, maka bambu akan kembali menjadi pena-pena ilahi.

Dalam mengosongkan perut, pikiran dan hati, berharaplah balasan dari Allah saja. Pertolongan Dia kepada kita. Niscaya Dia akan menurunkan pertolongan dan ilmuNya, diatas meja hidangan Isa, yang akan menjadi makanan lezat untuk jiwa. Janganlah berharap balasan-balasan duniawi, seperi sup dan kaldu.

***

Jika kita melakukan puasa dengan cara seperti itu, benar-benar memperhitungkan apa yang kita lakukan, lahiriah dan bathiniah, percayalah bahwa kita akan mendapatkan ramadhan yang lebih bermakna dari ramadhan-ramadhan sebelumnya.

Nabi Saw berkata: “Barangsiapa yang berpuasa dengan dengan iman dan ihtisab, niscaya Allah akan mengampuni segala dosa-dosanya yang telah lalu”

Wallahu’alam

* Tulisan Imam Suhadi dari Group Misykat Facebook

** Jalaluddin Rumi, terjemahan Bahasa Indonesia oleh Herry Mardian

About Imam Suhadi

Nothing
This entry was posted in Tanya Jawab. Bookmark the permalink.

Leave a comment